Memberikan yang
terbaik kepada si buah hati adalah kewajiban orang tua. Hal ini mungkin yang
ada di pikiran orang tua J.K. Rowling (penulis Harry Potter). Mereka mengiginkan
Joanne (nama pangilan J.K.Rowling) menjadi sekretaris dwi bahasa- itulah
sebabnya J.K Rowling masuk ke Exeter University. Namun, sejujurnya, dia
memiliki ambisi tersembunyi untuk menjadi seorang penulis.
Sebagai seorang
sekretaris, Joanne sulit berkonsentrasi pada surat-menyurat, arsip, memo, serta
tetek bengek perkantoran lainnya. Pikiran Joanne sepertinya selalu ada pada hal
lain. Ya, dia masih terobsesi menjadi seorang penulis. Apa yang ada dalam
pikirannya hanya tema, alur cerita, serta nama-nama yang cocok bagi tokoh
rekaannya.
Tentu saja, melihat
sekretaris seperti ini, sang atasan pun tak suka dan kemudian mengeluarkannya
dari perusahaan. Begitulah, beberapa kali Joana di keluarkan dari pekerjaan.
Ilustrasi yang
bersumber dari buku Kisah Sukses J.K.Rowling di atas, memberikan informasi
kepada kita, mengenai dampak yang terjadi apabila kita mengabaikan suatu unsur
yang oleh para ahli di sebut Bakat.
Apa sih bakat itu?
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering
mendengar kata ini, bahkan mungkin kita sering mengucapkannya. Misalnya, ketika
kita merasa tidak mampu melakukan suatu hal, seperti memainkan alat musik, kita
sering mengatakan, “aku gak berbakat, banget deh”.
Menurut Bingham bakat
adalah suatu kondisi pada seseorang yang dengan suatu latihan khusus
memungkinkannya mencapai suatu kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus. Seorang
anak yang berbakat musik, misalnya dengan latihan yang sama dengan orang lain
yang tidak berbakat musik, akan lebih cepat menguasai keterampilan tersebut. Bakat
ini lah yang kemudian menjawab pertanyaan, mengapa dua orang anak yang ber IQ
sama, yaitu 115 namun yang satu lebih ahli di bidang tertentu di banding yang
lain.
Maka, para orang tua
perlu mengetahui bakat anak-anak mereka. Agar orang tua tidak salah mengambil
keputusan dalam menfasilitasi anak dan anak pun tidak menjadi frustasi karena
di paksa melakukan hal yang mereka tidak mampu untuk melakukannya.
Untuk mengetahui bakat ini ada berbagai cara
yang dapat kita lakukan. Mulai dari cara yang melibatkan tenaga profesional
seperti psikolog. Kita juga bisa melakukan cara mudah dan sederhana, yaitu:
observasi. Disini orang tua mengamati perilaku sehari-hari anak-anak mereka.
Apa yang dikerjakan oleh anak, bagaimana anak menyelesaikan suatu pekerjaaan yang
diperintahkan. Dalam proses ini, sebaiknya orang tua juga melibatkan berbagai
stimulus, yang dapat mengeksplorasi bakat yang dimiliki oleh anak. Misalnya,
untuk mengetahui apakah anak berbakat musik, maka dalam proses observasi ini
orang tua menggunakan stimulus alat musik tertentu. Setelah itu perhatikan apa
yang terjadi. Anak yang berbakat musik akan lebih peka terhadap nada, sensitive
terhadap keserasian suara dll.
Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan dan menjadi catatan bagi orang tua yang sedang berusaha
mencari bakat anak yaitu, bakat tidak akan berkembang dengan baik bila tidak
adanya minat, seorang anak yang berbakat musik, sulit untuk mengembangkan bakat
tersebut bila tidak ada minat terhadap musik. Untuk itu, diperlukan ketelitian
dari orang tua untuk memutuskan bahwa, apakah anak tidak berbakat atau anak
tidak berminat dengan suatu hal.
Bakat juga akan sulit
berkembang jikalau tidak adanya motivasi, motivasi merupakan daya juang yang
dimiliki seseorang. Jikalau tidak ada motivasi, maka rintangan sekecil apa pun
dapat menghentikan langkah anak.
Hal lain yang dapat
menghambat perkembangan bakat anak adalah value,
nilai anak terhadap aktivitas ataupun pekerjaan yang berhubungan dengan bakat
tersebut. Seperti anak yang berbakat melukis berfikir bahwa pelukis adalah
pekerjaan orang yang berambut gondrong dan berpenampilan seram, maka anak pun
jadi enggan mengembangkan bakatnya tersebut karena fikiran negatif ini.
Bagaimana kepribadian
anak juga sangat berpengaruh dengan perkebangan bakat, kepribadian ini
berhubungan dengan keadaan emosional, penyesuaian diri, dan konsep diri anak.
Anak yang memiliki emosional yang stabil, penyesuain diri yang baik, dan konsep
diri yang positif akan lebih mudah dalam mengembangkan bakatnya dibanding anak
yang emosional labil, penyesuian diri buruk, dan konsep diri negatif.
Konsep diri ini
biasanya berhubungan dengan prestasi anak. Anak yang mengalami program
pengembangan bakat yang sesuai dengan dirinya, memiliki peluang yang lebih
tinggi dalam mencapai kesuksesan sedangkan anak yang mengalami program
pengembangan bakat yang tidak sesuai dengan dirinya, memiliki peluang yang
lebih tinggi untuk gagal. Anak yang gagal akan befikir bahwa dirinya buruk,
tidak berguna dan lain-lain. Padahal kegagalan yang dialami oleh anak
diakbatkan oleh pengembangan bakat yang tidak sesuai dengan dirinya.
Ayo,
kenali bakat anak anda!
*Tulisan ini pernah terbit di harian anlisa
tahun lalu, tapi noni lupa sih tangal berapa, yang masih ingat honornya
dihabiskan untuk apa. hahahahahahhahah