Jumat, 15 November 2013

Perjalanan yang menginspirasi

Pemikul Es Batu

Tidak ada yang spesial dengan hari ini, masih dengan baju seragam yang sama dengan jadwal di hari biasanya, masih juga di antar ortu untuk berangkat kerja (kapan ya aku boleh bawa kendaraan sendiri?), masih melewati rute yang sama (HM joni, Juanda, Multatuli, Diponegoro, dan S. Parman), rute yang itu-itu saja. Membosankan?? Pasti jawabanku tidak, karena di aktifitas rutin itu, ada kasih sayang ortu yang selalu aku syukuri. Thanks god, I love them so much. 

But, bayang2 laporan yang harus ku kerjakan menghantui ku sepanjang perjalanan, hari ini aku harus membuat laporan penggajian ke payroll, ini adalah pekerjaan yang paling sensitif dan sangat menuntut ketelitian. Huh...!!, lelah.

Oh tidak.., harus kah aku mengeluh?? Berfikir seribu kali untuk mengeluh, "lihatlah bapak itu?" perintah ibu ku. Perjalanan sedang macet2nya di Sekolah Harapan.

Aku menatapnya, seorang bapak, sedang menurunkan bongkahan es batu dari mobil ES, dari tulisan yang ada di luar mobil sepertinya mereka adalah perusahan penyalur ES. "Ya Allah...." aku bergumam. Bapak itu memikul bongkahan Es batu itu ke punggungnya dan mengantarnya ke ruko2 dan kafe2 yang ada di sekitar Sekolah Harapan.

Aku mungkin sekali2 memecahkan es batu di rumah, dan aku harus menggunakan alas kain untuk memegang es tersebut, padahal es batu di rumah ku hanya sebesar buah kelapa. Lalu bapak ini? itu pasti sangat dingin, apalagi di waktu itu juga masih sangat pagi, pasti tambah dingin. Aku membayangkan tubuh yang sel2nya telah mati, karena beku. Aku pernah membaca salah satu buku cerita karangan habiburrahman el shirazy, dimana pemeran utamanya harus mengamputasi telinganya karena beku terkena salju. 

Ya Allah, harus kah aku mengeluh dengan laporan yang harus ku buat hari ini?
Laporan yang tujuannya untuk hajat hidup orang banyak?
Tidak..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar